Pemerintah menyatakan tidak akan lagi memberikan insentif untuk kendaraan listrik. Pemerintah mengatakan anggaran insentif itu akan dialihkan untuk pengembangan mobil nasional.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
Baru-baru ini Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkap bahwa insentif yang kini dinikmati sejumlah produsen itu tak bakal berlanjut pada tahun 2026. Kata Airlangga, anggaran yang tadinya diberikan untuk insentif mobil listrik itu bakal dialihkan buat pengembangan mobil nasional.
“Anggaran insentif mobil listrik mau dialihkan ke mana? Anggarannya tentu kita punya perencanaan mobil nasional (fokus pada mobil nasional-Red), sehingga kita bisa belajar sebetulnya dari VinFast,” kata Airlangga.
Sebagai informasi, sepanjang tahun 2025 ini sejumlah mobil listrik menikmati berbagai insentif dari pemerintah. Jika insentif itu dicabut, maka kemungkinan besar harga mobil-mobil tersebut akan naik.
“Tanpa insentif seperti PPNDTP dan bebas bea masuk, harga EV, terutama model CBU yang tidak mulai dirakit dengan TKDN 40 persen bisa naik signifikan, misalnya hingga sekitar 30-40 persen,” kata pengamat otomotif sekaligus akademisi ITB Yannes Pasaribu.
Untuk tahun 2025, ada sejumlah insentif yang diberikan. Khusus kendaraan listrik, ada dua jenis insentif, yaitu insentif untuk mobil listrik produksi lokal dan insentif untuk mobil listrik impor dengan komitmen produksi lokal mulai 2026.
Untuk mobil listrik produksi lokal, diberikan insentif berupa pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP). Syaratnya, mobil listrik tersebut harus memiliki tingkat komponen dalam negeri (TKDN) minimal 40 persen. Mereka yang memenuhi syarat hanya akan dikenakan PPN sebesar 2 persen, dari normalnya 12 persen (10 persen ditanggung pemerintah).
Mobil listrik produksi lokal yang mendapat insentif PPN DTP itu antara lain Chery Omoda E5, Chery J6, Hyundai Ioniq 5, Hyundai Kona EV, Wuling Air EV, Wuling Binguo EV, Wuling Cloud EV, MG 4 EV, MG ZS EV, hingga mobil listrik Neta V-II dan Neta X.
Selain PPN DTP untuk mobil listrik lokal, Pemerintah juga memberikan karpet merah berupa bea masuk 0 persen kepada sejumlah produsen mobil listrik impor atau CBU. Harusnya kalau normal, mobil yang didatangkan dengan skema importasi CBU akan dikenai tarif bea masuk 50 persen. Tapi berkat insentif, tarif bea masuk dibebaskan.
Namun, produsen yang ingin mendapatkan fasilitas tersebut, maka harus melakukan komitmen produksi 1:1 dengan spesifikasi minimal sama dengan melampirkan bank garansi sebagai jaminan. Perusahaan juga wajib memproduksi mobil di Indonesia mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027 dengan jumlah setara kuota impor CBU atau 1:1. Tak cuma itu, produsen juga harus menyesuaikan aturan TKDN yang sudah ditetapkan.
Mobil-mobil impor yang mendapat insentif itu antara lain deretan mobil BYD dan Denza, VinFast, Citroen, AION, Maxus, VW, Xpeng hingga Great Wall Motor. Namun, beberapa di antara mobil listrik impor itu kini sudah diproduksi lokal seperti Citroen, AION, Geely, VinFast, dan Xpeng.
Jika insentif dicabut tahun 2026, maka kemungkinan besar harga mobil-mobil listrik tersebut akan naik. Kenaikan harga itu bisa membuat penjualan mobil semakin anjlok, yang tahun 2025 ini saja tak mencapai targetnya.
