Kemacetan di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, makin menjadi-jadi. Pembatasan kendaraan bermotor dengan skema jalan berbayar dan tarif parkir progresif sebaiknya segera diterapkan.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin mengatakan, seharusnya dengan kemacetan yang semakin parah di Jakarta, aturan disinsentif buat pengguna kendaraan pribadi segera diterapkan. Dengan begitu, diharapkan pengguna kendaraan pribadi beralih ke transportasi umum.
“Seharusnya kemacetan di-drive sebagai disincentive atas pilihannya bagi masyarakat para pengguna kendaraan pribadi, mobil maupun sepeda motor. Jadi biarkan saja sebagai push and pull policy sehingga masyarakat terdorong berpartisipasi mengurangi kemacetan lalu lintas dengan memanfaatkan angkutan umum masal, sepeda atau berjalan kaki,” kata pria yang akrab disapa Puput itu dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Puput, disinsentif bagi masyarakat pengguna kendaraan pribadi perlu ditambah dengan penerapan jalan berbayar (ERP/electronic road pricing) dan tarif parkir progresif untuk kawasan padat kendaraan, termasuk TB Simatupang; yang sudah dikaji pada 2009/2010.
“Toh sudah disediakan angkutan umum masal yang lumayan baik di DKI Jakarta dan sekitarnya. Jadi salah sendiri apabila masyarakat tetap bertahan pada kemacetan dengan menggunakan kendaraan pribadi baik mobil maupun sepeda motor,” katanya.
Namun, Puput dan Koordinator Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus menyayangkan rencana kebijakan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung yang memangkas jalur pejalan kaki untuk memperlebar jalan.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
“Rencana penggusuran trotoar tersebut adalah merugikan (set back/kemunduran) atas proses pembangunan urban sustainable transport yang sudah dirintis dan dibangun oleh beberapa Gubernur DKI Jakarta sejak 2000,” kata Alfred Sitorus.