“Too big to fail,” itulah pernyataan tegas CEO VinFast Indonesia Kariyanto Hardjosoemarto kepada detikOto terkait sepak terjang mobil listrik asal Vietnam itu di pasar electric vehicle (EV) Indonesia.
Prestasi ‘dilarang gagal’ itu memang selalu dipegang Kerry — sapaan akrabnya. Maklum, mungkin bagi banyak orang, nama VinFast belum memiliki histori melegenda layaknya Toyota dan Honda di industri otomotif. VinFast tercatat baru tahun 2017 masuk ke pasar industri otomotif.
Namun sebagai ‘anak baru’ mereka terbilang sukses unjuk gigi, dan menjadi ‘mobil nasional’ Vietnam hingga akhirnya menguasai pasar otomotif ‘Negeri Naga Biru’ dalam hitungan tahun berselang menggeser Toyota dan Hyundai.
Di industri EV tentu inovasi harga mati. Namun ketika berbicara VinFast tentu tak bisa dilupakan pula soal siapa yang berada di balik perusahaan otomotif ini. Adalah Vingroup, konglomerasi swasta terbesar di Vietnam yang didirikan oleh Pham Nhat Vuong, orang terkaya di negara tersebut dan salah satu tokoh bisnis paling berpengaruh di Asia Tenggara, yang menjadi penyokong utama VinFast.
Didirikan lebih dari 30 tahun lalu, Vingroup awalnya bergerak di sektor real estat dan properti melalui merek VinHomes. Seiring waktu, grup ini berkembang pesat membentuk ekosistem bisnis mencakup berbagai sektor penting. Mulai dari otomotif, teknologi, energi, pendidikan, kesehatan, pariwisata, hingga filantropi.
Madam Le Thi Thu Thuy, Vice Chairwoman of Vingroup dan Chairwoman VinFast menyebut bahwa mereka tak mau main-main untuk berinvestasi di industri EV. Bahkan secara global, USD 20 miliar sudah dikucurkan!
“Di mana India, Filipina dan Indonesia jadi fokus pasar EV VinFast di luar Vietnam,” lanjutnya saat berdiskusi dengan sejumlah media dari Indonesia di Hanoi, Vietnam, awal November 2025 ini.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
Khusus untuk Indonesia, Madam Thuy bercerita, sejatinya baru mulai tertarik berekspansi sekitar 2 tahun lalu saat hajatan KTT APEC yang berlangsung di Jakarta. Di mana dalam sesi forum bisnis yang diikutinya, ia hadir sebagai bagian dari delegasi dan bertemu dengan banyak pihak — para menteri dan pejabat pemerintah pada saat itu.
“Kami melihat potensi besar dari pasar yang unik ini. Sebelumnya, kami belum begitu serius melihat Indonesia, tetapi setelah pertemuan itu, kami mulai mengerahkan seluruh sumber daya kami ke Indonesia. Dan hari ini, kami sudah mulai – bahkan telah mengirim kendaraan kami ke Indonesia,” imbuhnya.
Pada tahun 2024, mobil VinFast pun resmi diperkenalkan di Indonesia lewat seri VF e34, VF 5 dan berlanjut VF 3 yang merupakan SUV mini dan menjadi motor penjualan untuk brand tersebut. Kini total sudah ada lima seri — tambahan VF 6 dan 7 — yang teranyar dirilis.
Namun selain urusan jualan mobil, yang paling penting adalah realisasi komitmen investasi untuk membangun ekosistem EV yang dijanjikan VinFast di Indonesia. Sebab inilah yang menjadi value VinFast dibandingkan dengan brand lainnya.
Investasi USD 300 Juta di Subang
Investasi senilai USD 300 juta sudah digelontorkan VinFast untuk membangun pabriknya di Subang, Jawa Barat. Kembali ke Kariyanto Hardjosoemarto, CEO VinFast Indonesia, pabrik dengan luas 70 hektar tersebut nantinya akan selesai di akhir tahun 2025. Dimana tahap awal produksi diestimasi berjalan pada bulan Maret 2026 untuk membuat VinFast seri VF 3.
“Estimasi kami untuk tahap awal nantinya bisa menyerap sampai 900 tenaga kerja. Adapun kapasitas produksinya bisa mencapai 50 ribu kendaraan tiap tahunnya. Untuk sementara pastinya untuk memenuhi kebutuhan market di Indonesia dulu. Namun kita tidak tahu ke depannya, bisa saja jadi basis produksi mobil VinFast setir kanan,” lanjut Kerry, demikian ia biasa disapa.
Yang pasti, Indonesia merupakan salah satu pasar otomotif terbesar di ASEAN, dengan target penjualan 1,1 juta unit per tahun — meski sudah beberapa tahun belakangan tidak tercapai. Tetapi pemerintah menargetkan dua juta kendaraan listrik pada tahun 2030. Dengan populasi lebih dari 280 juta jiwa dan kebijakan pro-EV yang kuat, Indonesia adalah pilihan strategis bagi VinFast.
“Kalau kita bicara mobil listrik di Indonesia, pada tahun 2021-2022, proporsi EV itu baru 0,1% dari total industri otomotif. Tahun lalu (2024-red.) itu sudah 5% proporsinya. Tahun ini (2025-red.) sampai September udah 10%. Menurut saya, sampai akhir tahun ini bisa 15%, dan itu masih terus tumbuh. Bahkan tahun depan mungkin proporsinya bisa mencapai 20-25% dari total industri otomotif,” Kerry menambahkan.
Selain pabrik, komitmen investasi VinFast juga coba ditunjukkan dengan investasi di charging station. Dimana mereka bekerja sama dengan V-Green, jaringan pengisian global yang didirikan oleh Chairman Vingroup, Pham Nhat Vuong. Sebagai insentif bagi pengguna awal, VinFast menawarkan pengisian daya gratis hingga 1 Maret 2028.
Ada pula Green SM, perusahaan taksi listrik yang juga bagian dari Vingroups. Selanjutnya bakal muncul lini motor listrik hingga wacana membawa unit bisnis Vingroups lainnya ke Indonesia.
Nah, dengan investasi ‘dilarang gagal’ yang sudah mereka gelontorkan, VinFast tentu punya harapan lebih kepada pemerintah Indonesia. Namun jika harus diringkas, ekspektasi mereka hanya satu, yakni konsistensi kebijakan!
“Saya pikir hal yang paling penting bagi kami – dan yang diharapkan dari pemerintah – adalah memastikan kebijakan yang sudah ditetapkan bisa berjalan secara konsisten. Misalnya, arah pengembangan bisnis kendaraan listrik (EV) kami sangat bergantung pada kebijakan yang ada, termasuk peta jalan masa depan, regulasi, dan dukungan infrastruktur,” kata Kerry.
“Itu sangat penting bagi kami, karena kami telah berinvestasi cukup besar di berbagai negara, termasuk Indonesia. Jadi kepastian kebijakan adalah faktor yang sangat penting untuk memastikan keberlanjutan bisnis dan industri ini,” tutupnya. pertaruhan






