Tren Bahan Bakar Hidrogen di Indonesia: Apa yang Harus Diketahui?

Posted on

Ketua Umum Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo), Moeldoko menanggapi tren bahan bakar hidrogen di Tanah Air. Menurut dia, teknologi tersebut masih sangat baru dan memerlukan waktu lama untuk diterapkan di Indonesia.

Moeldoko menjelaskan, adopsi bahan bakar untuk kendaraan bermotor harus melalui sejumlah fase, mulai dari bensin, hybrid hingga listrik murni. Dia mengklaim, hidrogen dengan bahan baku air merupakan lompatan teknologi yang melampaui fase-fase terkait.

“Itu hidrogen lompatan ya, saya pikir masih perlu waktu. Ini kalau kita bisa katakan merupakan lompatan-lompatan teknologi. Jadi dari ICE, ke hybrid, ke baterai, kemudian ada lagi hidrogen,” ujar Moeldoko saat ditemui detikcom di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (29/4).

Ketika ditanya mana yang lebih baik antara hidrogen atau listrik murni, Moeldoko menjawabnya dengan narasi normatif. Namun, kata dia, ‘bahan bakar’ yang baik harus

“Jadi bagaimana ke depannya? Saya pikir yang dibutuhkan konsumen adalah isu soal harga, soal keamanan, soal jarak dan beberapa faktor yang lain,” ungkapnya

“Nah sepanjang isu-isu itu bisa dipecahkan oleh yang manapun, maka itu yang akan dipilih konsumen, apakah itu listrik atau hidrogen. Sepanjang harga lebih murah, aman, jarak jauh, charging cepet, itu bisa jadi pilihan,” tambahnya.

Moeldoko menjelaskan, bahan bakar hidrogen masih punya satu tantangan utama, yakni bahan baku yang mahal dan stasiun pengisian daya yang terbatas. Sehingga, proses adopsinya masih butuh waktu lama.

“Masalahnya kan hidrogen belum ada charging, jadi bagaimana harganya? Bagaimana keamanan dan seterusnya? Kalau masuk ke situ sebuah lompatan, masalahnya kapan? Kita belum tahu,” kata dia.

Sebagai catatan, sejauh ini Stasiun Pengisian Bahan Bahar Hidrogen (SPBH) atau Hydrogen Refueling Stasion (HRS) hanya ada dua di Indonesia, yakni di Karawang milik Toyota dan di Senayan milik PLN. Sementara mobil hidrogen belum benar-benar dijual di Tanah Air.

Bagi yang belum tahu, bahan bakar hidrogen terbagi menjadi beberapa kategori yang dikelompokkan melalui warna-warna tertentu. Namun, untuk membuat publik mudah, dia hanya membaginya menjadi dua: low carbon dan high carbon.

Selain kode hitam dan abu-abu, hidrogen masuk kategori low carbon yang baik dipakai kendaraan bermotor. Harga bahan bakar tersebut kini masih di atas US$ 5 atau Rp 84 ribu per kg. Bahkan, ada yang sampai di atas US$ 10 atau 168 ribu per kg.

Hidrogen berkode warna abu-abu atau grey jauh lebih murah. Bahkan, tak sampai US$ 2 atau Rp 33 ribuan per kg. Namun, bahan bakar tersebut tak disarankan karena tak masuk kategori hidrogen low carbon.

Grey hydrogen merujuk pada hidrogen yang dihasilkan dari bahan bakar fosil, seperti gas alam atau batubara, melalui proses kimiawi tanpa penerapan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage, CCS).