Pemerintah mencanangkan program zero ODOL atau tidak ada lagi truk kelebihan dimensi dan muatan (over dimension and over load/ODOL). Mulai Juni 2025 ini, Korlantas Polri melakukan sosialisasi mengenai masalah kendaraan ODOL.
Menurut Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto, menangani truk ODOL harus melibatkan kementerian dan lembaga sesuai bidang masing-masing. Mulai dari Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kemenko Bidang Ekonomi, Kemenko Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kementerian Keuangan, Kementerian Tenaga Kerja, Bappenas dan Korlantas wajib turun tangan.
“Kita harus buat road map atau perencanaan (planning) untuk beberapa tahun ke depan dalam menertibkan truk kelebihan dimensi dan muatan dan harus dijalankan secara konsisten,” kata Soerjanto dalam keterangan tertulisnya, Senin (2/6/2025).
Menurutnya, untuk tahap awal dimulai dari proyek pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk tidak boleh menggunakan truk kelebihan dimensi dan muatan. Hal ini 100 persen kontrolnya ada di pemerintah dan harusnya bisa segera diimplementasikan.
Soerjanto mengatakan, pengemudi dan pemilik truk sebenarnya juga tidak senang dengan kondisi truk ODOL. Sebab, ada beberapa masalah yang timbul dari truk ODOL.
“Di samping truk akan lebih cepat rusak dan sangat berisiko mengalami kecelakaan lalu lintas, mereka juga sangat menginginkan operasional normal tetapi dengan biaya terpenuhi atau tercukupi. Menurut para pengemudi truk, mengendarai truk kelebihan dimensi dan muatan sangat mengerikan. Ibaratnya, kalau direm hari Senin berhentinya hari Sabtu,” ucapnya.
Namun, ada beberapa kondisi yang memaksa praktik truk ODOL. Salah satunya adalah maraknya pungutan liar (pungli) di lapangan sehingga membuat biaya operasional membengkak.
“Prioritas utama dalam penertiban truk kelebihan dimensi dan muatan adalah pemberantasan preman dan pungli. Hal ini sangat membebani transporter (pengusaha angkutan barang) dan pengemudi. Biaya ini bisa mencapai total 15%-35% dari ongkos angkut tergantung daerah dan jenis barang yang diangkut,” sebut Soerjanto.
“Oleh sebab itu, program penertiban truk kelebihan dimensi dan muatan perlu didiskusikan, dipikirkan dan dipersiapkan secara menyeluruh (comprehensive), perlu kehati-hatian dan matang. Hal ini harus melibatkan semua unsur yang terlibat, seperti asosiasi pengusaha angkutan barang, asosiasi pengemudi truk, pemerintah dan pemilik barang,” katanya.
Soerjanto menyebut, perlu juga didukung pengalihan angkutan darat ke moda kereta dan kapal. Dengan pengalihan dari truk ke mode kereta atau kapal, diharapkan bisa mengurangi masalah truk ODOL di jalan raya.
“Saat ini kami sedang mencoba mengalihkan angkutan minuman mineral di daerah Sukabumi dari truk ke kereta. Ternyata hal ini secara ekonomi juga tidak mudah dan perlu dukungan semua pihak secara konsisten,” pungkasnya.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.