Plt Ketua Subkomite Lalu Lintas Angkutan Jalan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Ahmad Wildan, menyoroti pengemudi bus dan truk di Indonesia.
MenurutWildan, para pengemudi ini belum mendapat pemahaman dan pelatihan langsung dari sekolah mengemudi. Pasalnya, hingga kini Indonesia memang belum memiliki sekolah khusus untuk pengemudi bus dan truk. Alhasil, sebagian besar sopir belajar secara otodidak alias mandiri.
KNKT mencatat bahwa salah satu faktor penyebab maraknya trukoverdimension dan overload (ODOL) di Indonesia adalah kurangnya pendidikan dan pelatihan formal bagi para pengemudi truk.Wildan pun membandingkan situasi ini dengan proses pendidikan bagi pilot pesawat terbang dan nakhoda kapal laut.
“Bagaimana mekanisme sertifikasi seorang pilot, mulai dari proses belajar untuk memperoleh Student License Pilot. Kemudian saat diizinkan membawa pesawat pribadi melalui Private License Pilot dan setelah terbang 1.500 jam, baru boleh ikut sertifikasi untuk dapat Commercial License Pilot. Setelah dapat sertifikat license, pilot tak serta merta bisa menerbangkan semua pesawat, harus memperoleh sertifikat buat setiap jenis pesawat yang akan diterbangkan karena setiap pesawat beda merk beda tipe teknologinya bisa berbeda,” tulis Wildan dalam keterangannya.
“Demikian juga di kapal, bagaimana seorang nakhoda harus memperoleh sertifikasi melalui ANT 5 sampai dengan ANT 1, demikian pula dengan masinis kereta. Mereka semua yang mengendalikan alat transportasi benar benar dipersiapkan untuk dapat memahami alat transportasinya, lintasan, serta bahaya bahaya yang akan dihadapinya,” sambung Wildan.
Selama lebih dari 20 tahun, kataWildan, Indonesia belum pernah memiliki sekolah mengemudi khusus bagi sopir bus dan truk. Padahal kendaraan-kendaraan tersebut memiliki tipe, merek, dan teknologi yang berbeda-beda.
Sistem rem saja bisa menggunakan hidrolik, pneumatik, atau kombinasi keduanya. Belum lagi teknologi kendaraan yang kini tak lagi sebatas otomotif, tapi sudah menjurus ke ototronik, mekatronik, dan bahkan kendaraan listrik.
“Pengemudi bus dan truk di Indonesia selama ini belajar secara otodidak, dari teman-temannya dan lain-lain. Tidak ada yang belajar secara terstruktur, sebagaimana di moda lainnya. Oleh sebab itu KNKT membuat rekomendasi ke pemerintah, agar segera membuat sekolah pengemudi bagi pengemudi bus dan truk,” tambah Wildan.
“Pengemudi melakukan perbuatan overloading ini bukan lantaran dia seorang pemberani, melainkan dia tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang power weight to ratio. Risiko apa saja yang akan dihadapi ketika dia melakukan itu. Itulah sebabnya, KNKT menyarankan agar dalam pemberantasan truk ODOL, selain upaya penegakan hukum, pemerintah juga melakukan edukasi kepada pengemudi yang diawali dengan membuat sekolah mengemudi bagi pengemudi bus dan truk,” sambungnya.
Hal ini selaras amanah Pasal 77 (ayat 4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan bahwa, untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum, calon Pengemudi wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan Pengemudi angkutan umum.
“Sekolah Mengemudi wajib diadakan untuk mendapatkan pengemudi yang profesional dan Diklat Pengemudi untuk pengemudi sekarang agar lebih berkualitas. Tentunya harus disertai dengan upah minimal yang mensejahterakan agar dalam mengoperasikan kendaraan dengan nyaman dan aman,” tukas Wildan.