Perlu Ada ‘Lampu Merah’ Ramah Penyandang Buta Warna baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.

Lampu lalu lintas atau dikenal sebagai ‘lampu merah’ menjadi instrumen penting di jalan raya. Namun ternyata, alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL) itu belum mengakomodasi penyandang buta warna.

Menurut pemerhati transportasi Muhamad Akbar, secara umum posisi lampu dapat memberi petunjuk. Lampu di atas berarti merah, lampu di bawah hijau.

“Tetapi dalam kondisi nyata di jalan raya, terutama saat malam hari atau ketika hujan, pantulan cahaya dan keterbatasan jarak pandang kerap membuat penafsiran menjadi keliru. Ini bukan kisah rekaan. Dengan angka kejadian buta warna parsial sekitar 5-8 persen pada laki-laki, diperkirakan lebih dari delapan juta orang di Indonesia menghadapi tantangan serupa setiap hari di jalan raya,” kata Akbar dalam keterangan tertulis dikutip Rabu (24/9/2025).

Singgih Wiryono dan Yosafat Diva Bayu Wisesa, wartawan penyandang buta warna parsial, mengajukan pengujian materiil terhadap Pasal 25 ayat (1) huruf c Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Mereka meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menguji keabsahan sistem lampu lalu lintas (APILL) yang hanya mengandalkan warna. Sebab, hal itu dinilai diskriminatif dan tidak menjamin keselamatan bagi penyandang disabilitas visual.

Namun, MK menolak permohnan tersebut. Dalam Putusan Nomor 149/PUU-XXIII/2025, majelis hakim memang menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Namun, putusan itu justru memuat amanat penting. MK menegaskan bahwa pelaksanaan aturan tersebut harus memperhatikan keselamatan penyandang disabilitas visual.

“Termasuk mereka yang mengalami buta warna parsial, dengan melengkapi sarana dan prasarana lalu lintas yang melindungi dan memberikan rasa aman bagi mereka semua, termasuk menyediakan alat pemberi isyarat lalu lintas yang mengakomodasi kebutuhan penyandang defisiensi penglihatan warna,” kata Wakil Ketua MK Arsul Sani.

Meski menolak permohonan, MK menegaskan bahwa implementasi UU wajib inklusif. Pemerintah harus mengakomodasi kebutuhan penyandang buta warna dalam kebijakan teknisnya.

Menurut Akbar, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 149/PUU-XXIII/2025 bukanlah akhir perkara, melainkan justru menjadi ujian nyata bagi komitmen pemerintah dalam memenuhi hak-hak konstitusional warga negaranya. Negara diingatkan untuk tidak lagi abai terhadap kebutuhan kelompok penyandang disabilitas visual, sekecil apa pun itu.

“Konstitusi sudah jelas menjamin setiap warga berhak atas rasa aman dan perlindungan, termasuk di jalan raya. Pertanyaannya kini, apakah pemerintah benar-benar siap untuk menindaklanjuti putusan tersebut dengan kebijakan konkret, atau membiarkannya sekadar menjadi catatan hukum tanpa makna?” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *