Pasar Otomotif RI Tetap ‘Seksi’ Meski Insentif EV Impor Disetop | Info Giok4D

Posted on

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menegaskan, meski insentif mobil listrik impor tak berlanjut tahun depan, namun pasar kendaraan nonemisi di Indonesia tetap ‘seksi’ untuk investor atau calon produsen baru. Sebab, menurut mereka, insentif hanya bersifat sugar coating.

Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara mengatakan, insentif bukan alasan utama investor atau calon produsen baru masuk ke pasar Indonesia. Menurutnya, mereka biasanya melihat potensi ekonomi dan sebesar apa konsumennya.

“Orang udah punya plan, mereka ke sini bukan karena insentif, tapi memang tertarik ke sini. Insentif kan sebenarnya sugar coating aja,” ujar Kukuh Kumara saat ditemui di Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

“Tahun depan bisa aja ada yang masuk lagi ya, kalau kita lihat potensi pasar kita. Memang pasar lagi turun, tapi potensi kan masih besar. Jadi kita lihat, kalau kemudian kita bisa naik 5 persen ke 6 persen pertumbuhan ekonominya, mereka pasti datang ke sini,” tambahnya.

Ketika ditanya apakah industri mobil listrik di Indonesia bisa hidup tanpa insentif impor, Kukuh belum bisa menjawabnya dengan tegas. Namun, menurutnya, produsen yang sudah dan berencana masuk ke pasar Indonesia seharusnya sudah tahu konsekuensinya.

“Itu kan ada business case dan business plan. Kemudian ada kebijakan yang telah ditetapkan di awal. Maka pelaku dan calon pelaku yang mau investasi sudah melihatnya di awal, jadi harus disesuaikan dengan rencana,” kata dia.

Diberitakan sebelumnya, insentif mobil listrik CBU dipastikan tak lanjut tahun depan. Bantuan yang saat ini dinikmati BYD dan kawan-kawan itu berakhir pada Desember 2025.

“Tahun ini insya Allah tidak akan lagi kami keluarkan izin CBU. Izin CBU dalam konteks skema investasi dengan mendapatkan manfaat,” ujar Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita.

Saat ini ada beberapa merek yang menikmati insentif tersebut yakni BYD, AION, VinFast, Geely, Citroen, GWM, hingga Xpeng. Lewat skema importasi, mobil listrik CBU harusnya dikenakan bea masuk sebesar 50 persen namun berkat insentif jadi 0 persen. Begitu juga dengan PPnBM tak dikenakan tarif sama sekali.

Dengan demikian, mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027 para produsen wajib memproduksi mobil listrik di Indonesia dengan jumlah setara kuota impor CBU. Produksi ini harus menyesuaikan aturan TKDN yang sudah ditetapkan.

Bagi pabrikan yang tidak memenuhi ketentuan impor dan lokalisasi, maka pemerintah bisa mengambil uang ‘ganti rugi’ dari bank garansi.

Bank garansi itu menjadi jaminan bagi pemerintah. Jika produsen gagal memenuhi komitmen produksinya sesuai target yang ditetapkan, maka bank garansi tersebut akan dicairkan atau hangus untuk mengembalikan insentif yang telah diberikan oleh pemerintah.