Perusahaan yang bergerak di bidang survei dan data, Edmunds mengungkap fakta menarik soal industri kendaraan bekas di pasar global. Mereka menyimpulkan, mobil listrik bekas lebih cepat laku dibandingkan mobil bensin bekas. Kok bisa, ya?
Disitat dari laman resmi Edmunds dan Carscoops, Senin (17/11), perusahaan tersebut tak mengungkap negara mana yang menjadi basis penelitian. Namun, dalam datanya disebutkan, mobil listrik bekas punya days to turn (DTT) lebih kecil dibandingkan mobil bensin bekas.
Maksudnya, mobil listrik bekas ‘menghuni’ showroom lebih sebentar sebelum akhirnya diboyong konsumen. Lantas, sekecil apa DTT kendaraan nonemisi tersebut?
Edmuns menjelaskan, selama Q3 tahun ini, mobil listrik hanya punya DTT 34 hari. Nominal tersebut masih lebih rendah dibandingkan mobil bensin dengan 43 hari dan mobil hybrid yang mencapai 47 hari!
Dengan demikian, mobil listrik bekas umumnya hanya ‘menduduki’ dealer selama sebulan sebelum akhirnya terjual ke konsumen. Catatan itu tentu lebih baik dibandingkan DTT kendaraan seken secara umum.
Ada dua alasan utama mengapa mobil listrik punya DTT rendah. Pertama, depresiasi yang gila-gilaan membuat harga bekasnya turun drastis. Sehingga, lebih terjangkau untuk banyak konsumen. Kedua, kendaraan tersebut umumnya punya masa pakai lebih sebentar dengan jarak rata-rata 35 ribu km.
Edmunds juga mengungkap, pilihan mobil listrik bekas di rentang US$ 20-30 ribu lebih banyak dibandingkan mobil bensin bekas. Bahkan, perbandingannya bisa mencapai 60:40.
Meski cepat laku, EV bekas berusia kurang dari tiga tahun sebenarnya masih sangat langka di pasar. Minimnya pasokan inilah yang akhirnya membuat kendaraan tersebut cepat terserap pasar. Pembeli langsung bergerak ketika menemukan unit yang dirasa pas.






