Harga yang lebih terjangkau menjadi salah satu keunggulan mobil China di Indonesia. Kendati demikian, mobil China belum bisa menyaingi mobil Jepang dalam hal ini.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Kalau menyebut mobil China, mungkin hal pertama yang terbersit di pikiran adalah harganya yang murah. Ya, kalau dibandingkan dengan mobil dari Jepang hingga Eropa, harga mobil China memang lebih terjangkau. Namun pabrikan China kebanyakan bermain di segmen mobil listrik sedangkan produsen Jepang, Korea Selatan, hingga Eropa, masih didominasi mobil bermesin konvensional.
Harga terjangkau itu nyatanya bikin popularitas mobil China di Indonesia makin menanjak. Pengamat otomotif sekaligus akademisi ITB Yannes Martines Pasaribu bahkan mengungkap pangsa pasar mobil listrik China mencapai 12-15 persen pada tahun ini.
“Sebuah capaian signifikan untuk pemain baru,” ujar Yannes saat dihubungi detikOto, Selasa (12/11/2025).
Kendati demikian, kata Yannes, hal itu belum cukup untuk merebut pangsa pasar mobil Jepang secara keseluruhan. Soalnya, ada beberapa hal yang belum bisa dipenuhi oleh para produsen mobil China. Misalnya seperti layanan purnajual dan juga ketersediaan suku cadang yang lengkap.
“Mereka (produsen Jepang) sudah memiliki keunggulan struktural yang belum dimiliki oleh para pendatang baru dari China tersebut ya, seperti loyalitas merek tinggi dari kelompok lama loyalis brand Jepang, jaringan purnajual serta ketersediaan parts yang sudah sangat luas di pasar Indonesia,” lanjut Yannes.
Urusan layanan purnajual, para produsen Jepang memang jauh lebih unggul. Bengkel resminya sudah tersebar di banyak wilayah Indonesia. Hal ini tentu memudahkan bagi pemilik mobil untuk melakukan perawatan.
Pun untuk ketersediaan suku cadang juga lebih mudah didapat lantaran produksi sudah dilakukan di dalam negeri. Sementara mobil China sebagai pendatang baru masih dalam tahap pengembangan layanan purnajual di sejumlah daerah. Selain membangun jaringan dealer yang luas, beberapa di antara produsen China itu juga mendirikan pabrik di dalam negeri.
“China masih menghadapi tantangan seperti persepsi kualitas dan keterbatasan jaringan purnajual masih menjadi hambatan utama mereka,” tutur Yannes.






