Industri Otomotif Indonesia Berdarah-darah, Butuh ‘Vitamin’ Ini

Posted on

Penjualan mobil tahun ini berdarah-darah. Padahal, industri otomotif memiliki peran penting terhadap perekonomian negara.

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, penjualan mobil selama Januari-Oktober 2025 secara wholesales (distribusi dari pabrik ke dealer) hanya sebanyak 634.844 unit. Angka itu turun 10,6 persen dibanding tahun lalu yang mencapai 711.064 unit. Sedangkan secara retail sales (penjualan dari dealer ke konsumen) tercatat sebanyak 660.659 unit pada Januari-Oktober 2025. Angka itu turun 9,6 persen dari tahun lalu yang mencapai 731.113 unit.

Dengan penurunan penjualan itu, Indonesia hampir disalip Malaysia dalam perebutan gelar raja otomotif ASEAN. Asosiasi Otomotif Malaysia (MAA) melaporkan, Total Industry Volume (TIV) atau registrasi mobil baru sepanjang Januari sampai Oktober 2025 tercatat sebanyak 655.328 unit. Penjualan mobil di Malaysia tersebut turun 2 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Pengamat otomotif yang juga akademisi ITB Yannes Pasaribu mengatakan ada beberapa alasan mengapa merek baru yang berdatangan itu tidak mampu mendongkrak penjualan mobil di Indonesia. Alasan utamanya adalah karena daya beli masyarakat yang melemah.

“Daya beli middle class dan middle-low melemah sejak beberapa tahun terakhir. Akibatnya, banyak kelas menengah yang dulu relatif nyaman sekarang masuk status rentan: cicilan rumah, pendidikan anak, kesehatan, dan kebutuhan sehari-hari menggerus ruang untuk cicilan mobil baru. Jadi, meskipun pilihan model makin banyak, jumlah orang yang benar-benar siap mencicil justru menyempit,” kata Yannes kepada detikOto.

Melansir laman resmi Kemenperin, industri otomotif merupakan salah satu sektor andalan dengan kontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) manufaktur, ekspor, dan penyerapan tenaga kerja. Investasi di sektor ini diperkirakan telah mencapai sekitar Rp 174 triliun dengan penyerapan hampir 100 ribu tenaga kerja langsung di industri kendaraan roda empat, roda dua, dan roda tiga.

Selain itu, jutaan pekerja lainnya terlibat di sepanjang rantai nilai otomotif, mulai dari pemasok komponen, logistik, hingga jaringan penjualan dan bengkel resmi maupun tidak resmi.

Untuk menyelamatkan industri otomotif yang punya dampak besar itu, dibutuhkan peran pemerintah. Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut tahun depan tidak ada insentif buat industri otomotif.

“Kalau pemerintah belum bisa kasih insentif, kuncinya ada di memperkuat dompet masyarakat dan cara bayar, dan di sini kita semua sangat bergantung pada keberhasilan upaya pak Purbaya (Menteri Keuangan) dalam memperbaiki ekonomi makro kita dan menumbuhkan kepercayaan serta harapan masyarakat dan dunia usaha terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan Negara jelas harus mendorong lapangan kerja yang lebih stabil, upah riil yang naik, dan biaya hidup pokok yang terkendali supaya ruang cicilan mobil di anggaran keluarga kembali terbuka,” beber Yannes.

Di saat yang sama, lanjut Yannes, lembaga pembiayaan juga perlu bikin skema kredit yang lebih fleksibel dan inklusif untuk pembeli pertama dan pelaku UMKM. Selain itu, pemerintah daerah sebaiknya menahan kenaikan pajak daerah.

“Sebaiknya pemerintah daerah menahan dulu kenaikan PKB, BBNKB2 dan opsen pada angka yang masuk akal, lalu industri sebaiknya mengembangkan berbagai desain mobil yang jauh lebih terjangkau untuk harga Rp 100-250 jutaan yang masih tersisa dananya di masyarakat,” sarannya.