Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
BYD tercatat sebagai pabrikan yang paling banyak impor mobil di Indonesia. Dalam 11 bulan tahun 2025, jumlah impornya tembus 50 ribu unit.
BYD masih mengimpor seluruh mobilnya dari China. Nggak heran, kalau angka impornya paling tinggi dibandingkan pabrikan lain di Indonesia. Mengacu pada data impor yang dirilis Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), BYD berada di posisi teratas.
Selama tahun 2025, BYD telah mengimpor 51.435 unit mobil atau setara 34 persen dari keseluruhan pabrikan yang impor mobil ke dalam negeri. Sejauh ini, ada tujuh model mobil BYD yang diboyong ke Tanah Air yaitu Seal, Atto 3, Dolphin, M6, E6 (untuk fleet), Sealion 7, dan Atto 1. Dari ketujuh model itu, Atto 1 belakangan membetot perhatian karena penjualannya yang membludak. Ini juga yang membuat angka impor BYD jadi melesat 215 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Namun, mulai tahun depan tampaknya angka impor itu akan berkurang, seiring dengan pembangunan pabrik BYD di Subang. Proses pembangunan pabrik BYD di Subang masih terus berjalan. Rencananya pabrik itu mulai beroperasi pada kuartal pertama 2026.
“Sementara ini kita sudah masuk tahap akhir ya, karena kita sudah dapat audit dari BKPM, sekarang lagi konsisten koordinasi dengan Kementerian Perindustrian, karena ini adalah transisi, ke depan mitra kita adalah Kementerian Perindustrian,” kata Luther selaku Head of Public and Government Relations PT BYD Motor Indonesia belum lama ini.
“Ini mulai start proses tahap terakhir, harusnya lancar. Itu semua dimulai di kuartal I 2026,” sambung Luther.
PT BYD Auto Indonesia merupakan merek yang mengikuti program insentif impor mobil listrik dengan investasi terbesar. Mereka membangun pabrik senilai Rp 11,2 triliun dengan kapasitas produksi 150 ribu unit per tahun. BYD optimistis jika pabrik sudah berdiri tetap bisa memimpin pasar mobil listrik di Indonesia.
“Malah kalau kita berbasis manufaktur, itu kita justru lebih confidence dan lebih optimis. Karena assurance terhadap production dan supply itu lebih clear,” jelas dia.
“Kalau sekarang kan kita dengan metode ini, kita mungkin masih dapat kondisi-kondisi tertentu. Yang mungkin membuatnya menjadi tidak certain. Kalau berbasis manufaktur pasti lebih certain secara keseluruhan,” tambah Luther.
BYD sebagai penerima insentif itu harus melaksanakan komitmennya untuk memproduksi mobil di dalam negeri. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Investasi No. 6 Tahun 2023 jo No. 1 Tahun 2024. Berdasarkan aturan itu, ada sejumlah kewajiban yang harus ditunaikan produsen mobil listrik penerima insentif EV CBU. Sebelum mendapatkan insentif, pabrikan itu harus menyertakan surat komitmen yang salah satu isinya adalah janji untuk memproduksi mobil listrik di dalam negeri.
