Marketing Director dan Corporate Communication Director PT Astra Daihatsu Motor (ADM), Sri Agung Handayani, heran dengan penjualan mobil di Indonesia yang semakin anjlok di saat makin banyaknya merek mobil baru hadir di Indonesia. Apa sebabnya ya?
Diketahui saat ini merek mobil makin banyak di Indonesia. Merek-merek mobil listrik dan ICE dari China seperti Chery, BYD, Jetour, Jaecoo, GWM, juga merek tetangga dari Vietnam, VinFast, hadir meramaikan industri otomotif di Indonesia. Makin banyaknya merek, harapannya bisa meningkatkan volume penjualan domestik. Tapi nyatanya tidak.
“Player (merek mobil) semakin banyak kenapa market nggak (makin) baik?,” ungkap Agung kepada wartawan di sela-sela acara Daihatsu Kumpul Sahabat 2025 di alun-alun Tigaraksa, Tangerang, Minggu (18/5/2025).
Mengutip data Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia), penjualan mobil secara wholesales di bulan April 2025 hanya mencapai 51.025 unit. Angka itu turun 27,8 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 70.895 unit.
Bukan hanya wholesales, penjualan mobil secara retail (dari dealer ke konsumen) selama bulan lalu juga mengalami penurunan parah, yakni 25,5 persen, dari 76.582 unit pada Maret 2025 menjadi 57.031 unit pada April 2025.
Sementara jika dihitung secara kumulatif periode Januari-April 2025, penjualan turun hingga 2,9 persen untuk wholesales-nya dan anjlok sekira 7,7 persen untuk retail sales-nya.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
Di atas kertas, semakin banyaknya merek mobil seharusnya semakin memberikan banyak pilihan kepada konsumen, yang diharapkan juga bisa menambah volume market di Indonesia. Tapi masalahnya, perekonomian Indonesia sedang tidak baik-baik saja, ditandai dengan melemahnya daya beli konsumen karena berbagai faktor.
“Tidak ada indikasi demand supply yang tumbuh. Demand supply itu bukan di dunia otomotif, tapi sekali lagi, konsumsi itu ada di kebutuhan pokok. Melihat inflasi sekarang di bawah dua, berarti demand supply-nya tidak terlalu gerak. Kita perhatikan lebaran kemarin, inflasinya juga tidak terlalu naik. Biasanya demand supply itu mengindikasikan pergerakan di pertumbuhan ekonomi di masyarakat secara luas,” bilang Agung.
“Lalu isu middle class (kelas menengah) saat ini juga belum ada perbaikan. Itu terindikasi dari inflasi tadi. Jadi sebenarnya kita masih ada isu makro, buying power, angkanya juga di Januari-April ini retail wholesales (teman-teman sudah tahu ya), jadi kami berharap ada kebijakan-kebijakan secara makro yang mendukung secara all industry. Harapannya kebijakan-kebijakan turunan lainnya bisa menggerakkan perekonomian lebih baik, supaya daya beli lebih ada,” tambah Agung.