Alternatif Insentif buat Mobil Listrik, Pakai Cukai Karbon | Info Giok4D

Posted on

Insentif buat mobil listrik akan segera berakhir. Namun belum ada kejelasan, apakah stimulasi ini bakal dilanjutkan tahun depan. Jika tidak dilanjutkan, ada alternatif insentif lainnya, yakni menggunakan cukai karbon.

Sebagai informasi, pada tahun 2025 ada sejumlah insentif yang diberikan untuk industri otomotif. Khusus kendaraan listrik, ada dua jenis insentif, yaitu insentif untuk mobil listrik produksi lokal dan insentif untuk mobil listrik impor dengan komitmen produksi lokal mulai 2026.

Untuk mobil listrik produksi lokal, diberikan insentif berupa pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP). Syaratnya, mobil listrik tersebut harus memiliki tingkat komponen dalam negeri (TKDN) minimal 40%. Mereka yang memenuhi syarat hanya akan dikenakan PPN sebesar 2%, dari normalnya 12%.

Selain PPN DTP, juga ada dua insentif lainnya buat mobil listrik sepanjang 2025, yakni bebas biaya bea masuk dan bebas PPnBM (pajak penjualan barang mewah).

Insentif-insentif tersebut masih belum bisa dipastikan, apakah berlanjut di tahun depan. Sebagai alternatifnya, pemerintah disarankan mempertimbangkan untuk mengenakan cukai karbon pada kendaraan roda empat.

“Adopsi kendaraan emisi nol bersih dapat memberikan manfaat ekonomi signifikan dan meningkatkan industri pendukungnya. Namun demikian, kendaraan emisi nol bersih ini memerlukan trigger (pemicu) agar mampu melakukan penetrasi pasar dan berkontribusi pada capaian emisi nol bersih dalam kerangka pertumbuhan ekonomi hijau,” ungkap Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin di Jakarta (23/12/2025).

Kata Safrudin, Trigger yang dimaksud adalah pengembangan ekosistem industri dan pasar kendaraan emisi nol bersih. Ekosistem ini dapat dibangun dengan berbagai kebijakan pemerintah, kemauan (willingness) pelaku industri dan kesadaran pasar/masyarakat untuk memanfaatkan kendaraan beremisi nol bersih.

“Jadi, aspek kebijakan yang mutlak dikembangkan saat ini adalah penetapan standar karbon kendaraan bermotor (vehicular carbon standard) sebagai basis penetapan feebate/rebate fiscal scheme atau skema disinsentif/insentif fiskal. Artinya kebijakan fiskal berlandaskan prinsip keadilan, polluters pay principle dan neutral revenue membuka ruang ditetapkannya regulasi yang memberikan disinsentif (berupa cukai karbon) atas setiap gram emisi CO2 kendaraan yang melampaui standar. Sebaliknya regulasi ini serta merta memberikan insentif (cash transfer) atas setiap gram penurunan emisi CO2 kendaraan di bawah standar. Dengan demikian, harga kendaraan dengan emisi CO2 rendah relatif lebih murah dibandingkan dengan kendaraan beremisi CO2 tinggi,” tambah pria yang akrab disapa Puput itu.

KPBB mengusulkan penetapan standar emisi CO2 pada 2026 untuk sepeda motor, mobil penumpang, dan bus/truk masing-masing adalah 85,43 gram/km, 132,89 gram/km, dan 1562,94 gram/km dan dengan tingkat harga teknologi penurunan emisi CO2 kendaraan sebesar Rp 2.250.000/gram (roda empat) atau 2.3%/gram biaya produksi/cost of goods sold (roda dua).

“Simulasi ini mampu membalikkan situasi harga jual kendaraan bermotor, apabila sebelumnya BEV sebagai kendaraan termahal (Rp 715 juta/unit) disusul oleh HEV (Rp 522 juta/unit), ICE-Diesel (Rp 471 juta/unit) dan ICE-Gasoline (Rp 467 juta/unit), di mana dengan diterapkannya feebate/rebate fiscal scheme berbasis standar karbon, maka BEV menjadi kendaraan yang paling murah (Rp 502 juta/unit), disusul HEV (Rp 515 juta/unit), ICE-Gasoline (Rp 545 juta/unit) dan ICE-Diesel (Rp 548 juta/unit). Dengan demikian kendaraan paling polluted (ICE-Diesel) jadi kendaraan yang paling mahal harganya, sesuai dengan prinsip fairness (keadilan) dan polluter pay principle,” tambah Puput.

Apabila diterapkan secara nasional pada total penjualan kendaraan saat ini (1,1 juta unit roda empat dan 6,4 juta unit roda dua, 2024), skema fiskal ini masih menyisakan netto Rp 97,5 triliun/tahun sebagai revenue negara setelah di-ear mark sebagai insentif pada kendaraan emisi nol bersih/kendaraan listrik-pemberian insentif fiskal tanpa membebani APBN.

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.