Mitsubishi Fuso menilai truk impor China bikin resah pabrikan yang sudah berinvestasi di Indonesia. Pabrikan yang memproduksi lokal harus memenuhi standar emisi hingga regulasi teknis kelayakan serta keselamatan, sementara truk impor bisa bebas tanpa memenuhi syarat tersebut.
“Kami PT Krama Yudha Tiga Berlian motor tidak hanya menjual produk, kami membangun ekosistem, kami melakukan investasi untuk berkontribusi kepada Indonesia,” kata Aji Jaya selaku Sales and Marketing Director PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors di Pulomas, Jakarta Timur, Rabu (12/11/2025).
Aji Jaya menekankan pabrikan lokal selalu mengikuti regulasi pemerintah. Sebagai contoh, PT KTB dan fasilitas produksinya, Krama Yudha Ratu Motor (KRM) telah berinvestasi untuk memenuhi standar emisi Euro4 bagi kendaraan bermesin diesel, yang diwajibkan pemerintah sejak tahun 2022.
Ironisnya, di sisi lain, truk impor dari China dilaporkan bisa masuk ke pasar tanpa harus memenuhi persyaratan teknis yang sama. Kondisi ini menciptakan keuntungan yang tidak adil, produk impor dapat menawarkan harga jual yang lebih kompetitif.
Diketahui kendaraan niaga berat dari China hanya memenuhi standar emisi Euro 2 dan Euro 3. Padahal, Indonesia sudah menetapkan standar emisi Euro 4 sebagai aturan wajib untuk kendaraan yang baru diproduksi.
Aji menginginkan pemerintah segera punya solusi untuk melindungi industri dalam negeri.
“Karena kalau kelamaan juga pasti dampaknya akan lebih besar ke kita. Bisa-bisa Pak Momon (Duljatmono, Presiden Direktur PT KRM) produksinya terus turun harus layoff karyawan, harus kurangin produksi,” jelas Aji.
Menanggapi fenomena ini, pengamat otomotif Yannes Martinus Pasaribu menyoroti akar masalah yang lebih kompleks, yakni adanya perbedaan yurisdiksi dan tumpang tindih regulasi, khususnya di sektor pertambangan.
“Agak lucu juga ya, sebab yang pertambangan di bawah yurisdiksi Kementerian ESDM, sedangkan yang di jalan raya di bawah Kemenhub (Kementerian Perhubungan). Lalu yang usulkan regulasi wajibkan seluruh kendaraan beroperasi di kawasan pertambangan atau di luar jalan umum untuk memenuhi standar emisi euro4 adalah Kemenperin,” kata Yannes.
Truk China dengan standar emisi Euro 2, Euro 3, atau bahkan truk listrik, dapat legal beroperasi di kawasan tambang. Masalah utamanya bukan sekadar “banjir truk impor ilegal”, melainkan adanya celah regulasi yang sah di sektor tertentu.
“Hal ini disebabkan oleh sifat kendaraan tersebut yang lebih banyak dikategorikan sebagai peralatan produksi di lokasi tertutup, bukan transportasi publik atau komersial di jalan umum, sehingga tunduk pada regulasi khusus pertambangan,” jelas Yannes.
Regulasi yang dimaksud adalah UU No. 3 Tahun 2020 (UU Minerba), yang berada di bawah yurisdiksi Kementerian ESDM (KemenESDM). Di sisi lain, APM (Agen Pemegang Merek) yang sudah berinvestasi di Indonesia–kebanyakan dari Jepang– memproduksi kendaraan yang beroperasi di jalan umum. Karena itu, mereka wajib mematuhi aturan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan memproduksi mesin berstandar Euro 4.
“Otomatis mereka (pabrikan Jepang) hanya memiliki spek mesin Euro 4. Nah untuk pesaing truk dari China dengan harga murah yang sudah diterima pertambangan ini dinilai APM-APM yang ada (sebagai) sebuah unfairness,” papar Yannes.
Ironisnya, lanjut Yannes, kementerian yang mengusulkan regulasi agar seluruh kendaraan di wajib memenuhi standar Euro 4 justru adalah Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Area tambang dianggap sebagai kawasan tertutup atau bukan jalan umum. Truk yang beroperasi di sana sering dikategorikan sebagai peralatan produksi seperti halnya ekskavator, bukan alat transportasi jalan raya. Namun Aji menyebut truk impor China saat ini makin terang-terangan, bahkan tidak hanya terlihat pada area tambang saja.
“Ada sih (di pulau Jawa), kalau di lapangan pernah lihat gitu. Cuma yang masif sih emang di mining ya,” kata Aji.
Secara singkat Yannes menggambarkan adanya pasar dengan standar ganda, sehingga merugikan pabrikan yang telah berinvestasi untuk standar yang lebih tinggi.
Pabrikan Jepang mayoritas sudah berinvestasi besar untuk mematuhi regulasi pemerintah, salah satunya standar emisi Euro 4 untuk kendaraan di jalan umum. Persaingan menjadi tidak adil ketika produk impor truk China bisa masuk dengan standar lebih rendah Euro 2 atau 3 dan harga lebih murah.
“Jadi yang terbaca ada tumpang tindih dan perbedaan yurisdiksi antara Kementerian ESDM, Kemenhub, dan Kemenperin inilah yang membuat aturan kendaraan pertambangan dan industri kendaraan berat di Indonesia saat ini,” tutupnya.






